Feeds:
Pos
Komentar

Archive for April, 2008

Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar kepada bpk Hakim Benardie Sabrie yang telah menulis artikel ini. Iya ini.. adalah satu pertanyaan yang sulit dijawab terutama buat orang rejang sendiri. Dokumentasi tertulis, ahli sejarah, ilmu dan banyak hal keterbatasan lainnya yang membuat kita buta sejarah, dan terus terang saya sebagai orang rejang bingung untuk menjawabnya..

Ditulis Oleh Hakim Benardie Sabrie Penulis Buku dan Insan Pers, Jakarta Timur

“Benarkah, hanya ada satu suku Rejang?”. Memang suatu pertanyaan yang sangat menggelitik bagi setiap orang yang mendengarkannya, terutama mereka yang memang berasal dari Suku Rejang. Bagi penulis, “Suku Rejang itu hanya satu”. Mereka semua berasal dari satu rumpun, yang selanjutnya berkembang dan menyebar keseluruh pelosok di Provinsi Bengkulu ini.

Penulis sedikitpun tidak merasa ragu mengemukakan pendapat tersebut, meskipun kata Rejang, bukanlah monopoli suku Rejang (baca:Bengkulu), karena di Indonesia ini masih ada beberapa tempat yang menggunakan nama Rejang, sungai Rejang, dan juga tarian Rejang. Bahkan orangpun ada yang bernama Pak Rejang, ternyata bukan berasal dari Bengkulu, dia berasal dari Kalimantan.

Hampir-hampir saja penulis terkecoh, semula penulis taksak pastilah dia berasal dari Provinsi Bengkulu. Namun setelah berbincang-bincang Pak Rejang ini mengatakan, nama itu merupakan famnya (Suku atau asal nenek moyangnya). Kami tak lama berbincang-bincang, dan selanjutnya berpisah setelah pesat landing Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, menuruskan perjalanan masing-masing.

Flash back (Kilas Balik) sejarah negeri Bengkulu memang menarik untuk dikaji kembali (kajiulang), karena kemajuan teknologi telah membuka peluang bagi kita untuk dapat berfikir, mengkaji, meneliti dan menelaah kebenaran dari suatu sejarah. Kita sudah tidak dapat lagi menyembunyikan kebohongan-kebohongan sejarah anak negeri. Jika dibawah tahun 1960 mungkin orang dapat saja mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah keturunan darah biru, dari raja Si Anu. Tetapi sekarang akan terungkap semua kebohongan itu, atau mungkin juga itu adalah merupakan suatu kebenaran.

Disinilah letaknya perbedaan, kalau kita berbicara secara ilmiah dengan kita berbicara secara politik atau politis. Berbicara secara ilmiah adalah untuk menemukan sutu kebenaran, sedangkan berbicara secara politik atau politis hanya ada satu jawaban, yaitu menang atau kalah. Tentunya untuk menemukan suatu kebenaran sejarah pada masa sekarang ini, hanya ada satu jalan yaitu “Ilmiah”, diperkuat dengan berbagai fakta dan argumentasi, dan dibahas secara analis dalam berbagai aspek. Dengan demikian objektivitas history akan dapat ditemukan secara konstruktif, bukan story yang berkembang dan menjadi polemik.

Berdasarkan berbagai teori sosiologi – antropologi – arkeologi telah mengajarkan kepada kita bahwa “Peradaban manusia itu selalu berawal dari kehidupan sekelompok manusia dipesisir pantai atau sungai, dan selanjutnya berkembangan menjadi komunitas masyarakat yang semula homogen dan selanjutnya berubah menjadi heterogen” dalam suatu masyarakat pergaulan yang lebih besar berbentuk bangsa (Nasional) dan selanjutnya berkembang menjadi antara bangsa-bangsa (Internasional). selengkapnya baca di

Read Full Post »